Selasa, 31 Juli 2012

Anjing Mendengus Kanker Tuannya


Berbulan-bulan seekor anjing mendengus payudara tuannya yang ternyata ada tumor ganas.

NEWARK - Penny bukan anjing peliharaan biasa. Anjing spaniel Cavalier King Charles ini adalah malaikat pelindung Sharon Rawlinson. Endusan dan salakan anjingnya telah menyelamatkan hidup perempuan berusia 43 tahun ini.

Penny dan Sharon (Dok: Daily Mail)

Berbulan-bulan Penny mengganggu tuannya. Dia selalu mendengus-dengus payudara kirinya dan menggaruk-garuk lembut wilayah itu sampai Rawlinson akhirnya pergi ke dokter.

Benar saja, tes menunjukkan Penny telah mendengus dan mencium daerah tempat tumor agresif tumbuh. Sharon segera mulai kemoterapi dan tumornya diangkat dalam operasi, Senin (30/7), mengutip FoxNews, Jumat (27/7).

"Penny mengganggu saya selama berminggu-minggu," kata warga Newark, Notts, Inggris, ini. Dia mencakar-cakar dengan lembut seolah-olah sedang berusaha mengeluarkan sesuatu dari payudara kiri saya. Tapi saya mengabaikannya.”

Suatu kali, di tengah malam, Penny berdiri dan tak mau beranjak dari dada kirinya tuannya.

Rasa sakit itu seperti seribu sengatan lebah dan hari berikutnya memar," kata Rawlinson.

Ketika Rawlinson menemukan sebuah benjolan, dia menganggap itu adalah bagian dari cedera. Namun, di balik itu, Rawlinson tahu dia tidak bisa mengabaikan tanda-tanda itu. Apalagi, ibunya meninggal karena kanker payudara. Karena itu dia memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke dokter pada Januari silam.

Mendeteksi Tumor
Sebenarnya, anjing bisa mendengus tumor bukan sesuatu yang baru. Tahun silam, peneliti Jerman menemukan bahwa anjing khusus terlatih dapat mendeteksi tumor dalam 71 persen pasien.

Diperkirakan, tumor memproduksi bahan kimia, termasuk konsentrasi rendah alkana dan senyawa aromatik, yang dapat dideteksi anjing.

Namun, hanya ada sedikit bukti kasus anjing rumahan tidak terlatih yang dapat mencium kanker yang menggerogoti pemiliknya.

Mereka jauh lebih peka dengan kita dibandingkan spesies lain," kata Dr. Jacqueline Boyd, pemimpin biologi hewan di Nottingham Trent University.

"Ada banyak bukti anekdot yang mengatakan anjing telah mendeteksi kanker dan mereka sangat responsif terhadap hal tersebut. Tidak heran anjing ini mendeteksi kanker pemiliknya," kata Boyd.

Sumber: SHNews.co.

Kamis, 26 Juli 2012

Pasien Kanker Ovarium Perlu Teman


Sokongan emosional dari keluarga dan teman adalah peluang bertahan hidup bagi penderita kanker ovarium.

(Butuh dukungan/Dok:marsharivkin.org)
NEW YORK – Perempuan penderita kanker ovarium mungkin memiliki peluang bertahan hidup lebih baik ketika mereka merasa didukung secara emosional oleh keluarga dan teman, sebuah studi baru menunjukkan.

Para peneliti menemukan, dari 168 pasien kanker ovarium, ada 95 orang yang dianggap memiliki "keterikatan sosial yang tinggi". Artinya, mereka memiliki hubungan yang membuat mereka merasa aman secara emosional dan punya kedekatan erat dengan paling tidak satu orang lain.

Dan, menurut Reuters, Senin (23/7), setelah hampir lima tahun, peneliti menemukan, sebanyak 59 persen pasien kanker yang masih hidup memiliki hubungan akrab dengan teman atau keluarganya. Sedangkan, presentase perempuan dengan ikatan emosional yang lebih rendah mencapai 38 persen.

Para peneliti tidak yakin soal alasan-alasan di balik hubungan tersebut. Tampaknya faktor praktis, seperti memiliki seseorang yang membantu Anda melewati hari demi hari, bisa menjadi jawaban. Namun, studi dapat mengatakan apakah hubungan emosional yang dekat, itu sendiri, mempengaruhi
peluang kelangsungan hidup para perempuan penderita kanker ovarium tersebut.

Seorang peneliti yang tidak terlibat penelitian mengingatkan untuk berhati-hati menanggapi temuan-temuan tersebut.

Ini adalah "studi korelasional yang ketat," kata James C. Coyne, Direktur Program Onkologi Perilaku di University of Pennsylvania School of Medicine di Philadelphia, Amerika Serikat. "Dan, korelasi ini tidak menetapkan sebab-akibat," dia menekankan.

Mungkin ada berbagai alasan yang menghubungkan antara dukungan emosional dan kelangsungan hidup, menurut Dr. Susan K. Lutgendorf dari University of Iowa di Iowa City, yang memimpin studi baru.

Teman Curhat
"Kita berbicara tentang orang yang merasa punya hubungan dekat dengan orang lain. Mereka merasa bahwa mereka memiliki seseorang yang dapat mendengarkan curahan hati mereka," kata Lutgendorf.

Salah satu kemungkinannya adalah bagi perempuan, dukungan dari seseorang dapat mengurangi stres, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka dalam beberapa cara. Berdasarkan penelitian lain, orang yang merasa mendapat dukungan dari keluarga dan teman kemungkinan lebih dekat untuk menjalani pengobatan, Lutgendorf mencatat.

Tapi dalam studi terakhir, Lutgendorf dan rekan-rekannya telah melihat beberapa kaitan langsung yang potensial. Mereka menemukan bahwa tingkat "keterikatan sosial" dari penderita kanker ovarium tampaknya berkorelasi dengan peradangan tertentu dan fungsi kekebalan tubuh, misalnya.

Namun, tidak ada yang tahu bahwa hubungan emosional yang erat benar-benar dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup bagi perempuan penderita kanker.

Bahkan, kata Coyne, beberapa uji klinis telah meneliti apakah meningkatkan dukungan sosial, melalui kelompok pendukung atau psikoterapi, dapat memperpanjang hidup pasien kanker.

"Dan temuan secara universal negatif," kata dia.

Hasil studi terbaru yang dilaporkan dalam Journal of Clinical Oncology, mengkaji 168 perempuan yang dipantau sejak menjalani operasi kanker ovarium. Mereka semua menyelesaikan kuesioner mengenai dukungan sosial dan gejala depresi.

Hasilnya, 95 perempuan mencetak angka cukup tinggi dalam kategori dukungan emosional yang kuat. Para peneliti menemukan, setelah memperhitungkan faktor lain, seperti usia dan stadium kanker, dukungan emosional, sendiri, masih terkait dengan kelangsungan hidup yang agak lebih baik.

Perempuan yang merasa mendapat dukungan yang kuat, ternyata 13 persen lebih rendah dari kematian selama masa studi. Di sisi lain, "instrumental" dukungan tidak terkait dengan kelangsungan hidup.

"Itu berarti punya seseorang yang dapat memberikan dukungan konkret," Lutgendorf menjelaskan. "Apakah Anda punya seseorang yang dapat membawa Anda ke dan dari kunjungan dokter? Apakah ada seseorang yang bisa berbelanja untuk Anda?"

Lutgendorf sendiri terkejut dengan jenis tipe dukungan yang terkait dengan kelangsungan hidup tersebut.

Lantas apa makna keseluruhan dari temuan ini bagi perempuan penderita kanker ovarium?

Kelompok Pendukung
"Banyak perempuan memiliki dukungan luar biasa dari keluarga dan teman," kata Lutgendorf. "Tapi, jika Anda pikir Anda perlu lebih banyak dukungan, Anda bisa mendapatkan itu."

Pusat kanker sering memiliki layanan "kesehatan" yang menawarkan dukungan kelompok atau jenis bantuan psikologis dan emosional, kata Lutgendorf. Dokter juga dapat bertanya kepada pasien kanker ovarium: “apakah dia punya seseorang teman untuk diajak bicara?”, misalnya. Dia melanjutkan, dokter yang melihat hasil tes depresi pasien juga dapat bertanya soal dukungan emosional juga.

Kelompok pendukung memang dapat membantu pasien yang tertarik, menurut Coyne. Tapi, jangan mengharapkan mereka untuk memperpanjang hidup Anda, dia menambahkan.

Menurut Coyne perlu penelitian lebih dalam tentang ini. Termasuk, memantau setiap "peristiwa kesehatan penting" dan melihat bagaimana hubungan sosial membantu perempuan mengatasi masalah-masalah kesehatannya.

"Hipotesis dasar saya adalah bahwa perempuan yang memiliki hubungan dekat memiliki lebih banyak kesempatan untuk menumpahkan dendamnya terhadap penyakitnya dan mengatasi komplikasi bedah, dan tanda-tanda (kanker) yang kambuh secara tepat waktu," kata Coyne.

Dia juga mengkritisi teori bahwa ikatan emosional dapat memiliki efek pada sistem kekebalan tubuh yang meningkatkan kelangsungan hidup kanker. Satu hal, Coyne mengatakan, belum jelas bagaimana berbagai "variabel imunologi" mempengaruhi perkembangan kanker itu.

Dia memperingatkan, untuk berhati-hati memberi harapan yang tinggi soal masa depan.

"Pasien kanker sangat rentan terhadap harapan yang tidak realistis bahwa mereka dapat memperpanjang hidup mereka dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka," kata Coyne.

Sumber: SHNews.co.

Rabu, 25 Juli 2012

Diet Mencegah Kanker Pankreas

Pola makan tinggi ikan dan kacang-kacangan dapat mengurangi risiko kanker pankreas.

Diet kaya ikan (Dok:guideto.com)
Pola makan atau diet sangat penting untuk kesehatan. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, menyantap makanan yang kaya akan ikan, kacang-kacangan, dan sayuran dapat mengurangi hingga duapertiga risiko kanker pankreas.

Para peneliti dari University of East Anglia menemukan bahwa orang yang mengkonsumsi vitamin C dan E serta mineral selenium dalam jumlah besar, 67 persen lebih kecil kemungkinannya menderita kanker pankreas dibandingkan mereka yang mengkonsumsi dalam jumlah lebih rendah. Demikian seperti dikutip dari The Telegraph, Senin (23/7).

Jika penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa antioksidan menyebabkan perlindungan tambahan, para peneliti berpendapat, diet ini dapat mencegah satu dari 12 kasus kanker pankreas.

Kanker pankreas didiagnosis pada 7.500 orang setiap tahun dan memiliki prediksi terburuk dari jenis kanker apapun. Hanya tiga persen pasien kanker pankreas yang dapat bertahan selama lebih dari lima tahun setelah diagnosis.

Berbasis Diet
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Gut, berpijak pada data dari hampir 24.000 pria dan perempuan berusia 40 hingga 74 tahun. Studi memperhitungkan semua makanan yang mereka santap selama seminggu dan bagaimana makanan itu disajikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 persen orang yang paling banyak mengasup selenium--mineral yang ditemukan dalam kacang-kacangan, ikan, dan sereal--berisiko 50 persen lebih rendah terkena kanker pankreas. Sedangkan mereka yang lebih sedikit mengasup selenium, risiko terkena kanker pankreasnya di bawah 25 persen.

Mereka yang berada di deretan teratas untuk konsumsi vitamin C, E, dan selenium secara bersama-sama, 67 persen berisiko lebih rendah terkena penyakit ini dibandingkan mereka yang lebih sedikit mengasup ketiga nutrisi tersebut.

Vitamin C ditemukan dalam buah dan sayuran. Sedangkan vitamin E dikemas dalam minyak nabati, kacang-kacangan, biji-bijian, margarin, dan kuning telur.

Menurut para penulis: "Jika hubungan sebab akibat dikonfirmasi dengan laporan temuan yang konsisten dari studi epidemiologi lain, maka populasi rekomendasi berbasis diet dapat membantu untuk mencegah kanker pankreas."
Sumber: SHNews.co.

Selasa, 24 Juli 2012

Kacang Mencegah Kanker Hati


Kacang tanah, almond, dan aprikot kering dapat mengurangi risiko kanker hati.

JAKARTA – Makanan yang ada di dekat Anda menawarkan manfaat besar bagi kesehatan Anda. Sebuah studi menemukan menyantap makanan kaya asupan vitamin E dapat mengurangi risiko kanker hati.

Kacang tanah dan almond (Dok:freepik.com)

Mengutip Daily Mail, Jumat (20/7), mengkonsumsi vitamin E atau mengemil kudapan seperti kacang tanah, kacang pinus, dan aprikot kering menurukan risiko kanker tersebut pada orang payu baya atau sepuh. Juga diketahui membantu melindungi diri dari penyakit jantung dan kerusakan mata di usia tua.

Dalam studi yang dipublikasikan dalam Journal of National Cancer Institute, Dr. Wei Zhang dari Shanghai Cancer Institute, menganalisis data dari 132.837 orang, termasuk 267 pasien kanker hati di China. Sekadar informasi, China menyumbang angka 54 persen dari semua kasus kanker hati dunia.

Peneliti memantau informasi tentang kebiasaan makan partisipan. Kemudian membandingkan risiko kanker hati bagi peserta yang memiliki asupan tinggi vitamin E dengan mereka yang tidak.

"Kami menemukan sesuatu yang jelas, hubungan relasi terbalik daris dosis respons antara asupan vitamin E dan risiko kanker hati,” Dr Zhang berkata.

Intinya, kata Zhang, “Asupan tinggi vitamin E, baik dari makanan atau suplemen, terkait dengan rendahnya risiko kanker hati pada orang paruh baya atau lebih tua."

Aprikot kering (Dok:raisingthecandybar.com)
Kanker hati adalah penyebab kematian paling umum ketiga untuk kanker di dunia. Penyakit ini juga adalah kanker paling umum kelima yang ditemukan pada pria dan paling umum ketujuh yang menyerang perempuan. Sekitar 85 persen dari kanker hati terjadi di negara berkembang.

Sumber: SHNews.co.

Senin, 16 Juli 2012

Mendobrak Mitos Pasien Kanker


Pandangan bahwa pasien kanker hanya perlu banyak istirahat tanpa olahraga, cuma mitos.

Berkebun  mengurangi risiko kanker usus datang lagi (Dok:telegraph.co.uk)

JAKARTA – Para dokter dan perawat perlu “menjungkir balik mitos” bahwa pasien kanker hanya perlu istirahat untuk pemulihan. Sebab, Macmillan Cancer Support, yayasan pendukung kanker, menemukan hanya seperlima pasien kanker yang diberitahukan tentang manfaat “obat ajaib” dari beberapa jenis olahraga.

Jajak pendapat yang digelar Macmillan menunjukkan sebanyak 37 persen pasien kanker mengatakan mereka tidak aktif secara fisik.

Jane Maher, Kepala Medis Macmillan, mengatakan: "Sebagai spesialis kanker sulit untuk mendorong orang untuk berpikir tentang kebugaran selama dan setelah pengobatan melelahkan kanker,” mengutip The Telegraph, Senin (16/7).

"Lebih mudah memberitahu orang-orang untuk beristirahat. Tapi semakin, banyak pasien membutuhkan bantuan kita untuk mendobrak mitos bahwa beristirahat selalu hal yang benar untuk dilakukan, sehingga mereka tidak kehilangan 'obat ajaib' dari olahraga yang dapat membawa perbedaan untuk pemulihan," dia menambahkan.

Studi menunjukkan, sering olahraga seperti jalan cepat atau berkebun dapat mengurangi separuh risiko kanker usus datang kembali. Dua aktivitas sehat itu juga mengurangi lebih dari sepertiga risiko kanker payudara berulang. Olahraga juga terbukti mengurangi kelelahan, pengecilan otot, dan depresi pada penderita kanker. Yang tak kalah penting, aktivitas membuat para pasien lebih banyak bergerak.

Ciaran Devane, kepala eksekutif, mengatakan: "Penelitian baru ini menunjukkan bahwa pesan masih belum sampai kepada pasien kanker tentang betapa pentingnya mereka untuk tetap aktif.”

Penting untuk tetap aktif (Dok:well.blogs.nytimes.com)


Devane memahami, “Bahwa menjalani pengobatan kanker yang melelahkan cenderung membuat orang merasa lepas kendali dan dapat menjadi waktu yang sangat menakutkan. Mengetahui apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu diri sendiri dan pemulihan sama-sama mendorong dan membantu Anda.”

"Sangat penting bahwa profesional kesehatan mendorong orang yang hidup dengan kanker untuk tetap aktif secara fisik dan Macmillan akan terus bekerja dengan dan mendukung mereka untuk memastikan hal ini terjadi," dia menegaskan.

Sumber: SHNews.co.

Sabtu, 07 Juli 2012

Ukuran Bra dan Kanker Payudara


Para peneliti percaya perempuan berpayudara lebih besar berisiko besar terkena kanker payudara.

JAKARTA – Perempuan yang memiliki payudara yang lebih besar lebih cenderung menderita kanker payudara. Keyakinan para ilmuwan itu didasarkan pada sebuah studi terbaru yang melibatkan 16.000 perempuan.

Ukuran bra terkait kanker payudara. (Dok:cbsnews.com)

Hubungan antara ukuran bra dan kanker payudara tersebut dapat berasal dari hormon seks estrogen yang dapat memicu pertumbuhan kelenjar susu dan tumor. Para peneliti menemukan tujuh faktor genetik signifikan yang dikaitkan dengan ukuran payudara. Tiga di antaranya sangat berkorelasi dengan mutasi yang dikaitkan dengan kanker payudara.

"Salah satu varian itu dikenal dapat mengatur ekspresi gen reseptor estrogen yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan payudara dan dalam sebagian besar kasus kanker payudara,” kata Dr Nicholas Eriksson, seperti dilaporkan The Telegraph, Kamis (5/7).

"Satu mutasi lain terletak di daerah genom yang sering menunjukkan kelainan pada orang dengan subtipe kanker payudara tertentu," dia menambahkan.

Dr. Eriksson menggunakan basis data dari 23andMe, perusahaan genetika pribadi. Perusahaan berlokasi di California, Amerika Serikat, ini yang pertama kali membuat hubungan yang kuat antara ukuran payudara dan risiko kanker payudara.

Temuan yang diterbitkan secara online di BMC Medical Genetics, berpihak pada jawaban peserta untuk pertanyaan survei yang mencakup pula ukuran kap bara dan lingkar dada serta membandingkannya dengan data genetik pada jutaan mutasi.

Dr. Eriksson mengatakan: "Mengesampingkan norma sosial dan preferensi, ternyata ukuran payudara bisa bermasalah, tetapi tidak seperti yang Anda pikirkan.” Dia melanjutkan, “Studi ini menunjukkan faktor genetik mempengaruhi apakah perempuan memiliki gen As ganda atau Ds ganda.”

Ini mungkin terdengar sedikit sembrono pada awalnya, ujar Dr. Eriksson. Tetapi, “Penelitian kami menemukan hubungan mengejutkan antara genetika ukuran payudara dan genetika dari kanker payudara.”

Dia mengatakan, "Dalam kasus kami, ruang pribadi tidak ada yang dilanggar--semua data kami dilaporkan sendiri oleh pelanggan 23andMe, perempuan keturunan Eropa yang memilih ikut dalam penelitian dan mengisi survei secara online.”

Pemeriksaan payudara (Dok:telegraph.co.uk)

"Kami secara khusus bertanya tentang ukuran kap bra sebagai pendekatan untuk ukuran payudara menggunakan skala 10 poin mulai dari 'Lebih kecil dari AAA' ke 'Lebih besar dari DDD.'"

Tim peneliti juga memperhitungkan usia dan operasi payudara yang pernah dilakukan untuk argumentasi atau pengurangan.

Dr Eriksson mengatakan: "Sebagian besar faktor genetik dari ukuran payudara bercokol di daerah yang sangat penting untuk kanker payudara.”

"Temuan ini menunjukkan beberapa jalur biologis yang sama mendasari baik pertumbuhan payudara normal maupun kanker payudara.”

Sebenarnya, kata Dr. Eriksson, ini bukan sebuah kejutan besar, terutama melihat dari pertumbuhan sel kanker yang tak terkendali. “Tetapi, hubungan antara ukuran payudara dan kanker payudara adalah rumit.”

Beberapa studi menemukan bahwa ukuran payudara yang lebih besar pada perempuan muda berhubungan dengan peningkatan kecil risiko kanker payudara. Tetapi, ini berlaku hanya pada perempuan muda yang ramping.

"Faktor-faktor genetik yang kami temukan tidak cukup untuk menjelaskan hubungan ini, tapi mendukung gagasan bahwa ukuran payudara dan kanker payudara terkait," Dr. Eriksson memaparkan.

Analisis juga mengontrol usia, keturunan genetik, status menyusui, dan sejarah kehamilan.

Mengenai ukuran payudara karena keturunan, studi ini yang pertama mengidentifikasi varian genetik yang dikaitkan dengan perbedaan.

Menurut Dr. Eriksson, "Hasil ini memberikan wawasan tentang faktor genetik yang mendasari perkembangan payudara normal dan menunjukkan bahwa beberapa faktor dibagi dengan kanker payudara."

Saat survei topik ukuran payudara keluar, beberapa pihak mengangkat alis, kata Dr. Eriksson. Beberapa menganggap ini terlalu pribadi atau ilmu yang tidak serius. “Tetapi hasil temuan menunjukkan wawasan ilmiah penting bisa datang dari tempat yang yang tidak mungkin.”

"Meskipun hubungan antara faktor-faktor genetik--ukuran payudara dan kanker payudara tidak sepenuhnya dipahami--temuan kami memberikan petunjuk atas fungsi dari beberapa gen dan wilayah yang mungkin berguna dalam memerangi kanker payudara," Dr. Eriksson berujar.

Sumber: SHNews.co.