Senin, 26 November 2012

Teh Mengurangi Risiko Kanker Ovarium


Perempuan yang minum teh sejak usia dini secara signifikan merosotkan risiko kanker ovarium.

Dok:gethealthinformations.com
LONDON – Minum teh sepanjang usia secara signifikan dapat mengurangi risiko kanker ovarium atau indung telur di umur sepuh, sebuah studi menemukan.

"Konsumsi teh harus didorong karena manfaat potensialnya dalam mencegah penyakit umum dan mematikan," kata salah satu penulis studi Dr. Andy Lee, mengutip Daily Express, Sabtu (24/11).

Para ahli kesehatan melakukan studi selama dua tahun terhadap 1.000 perempuan berusia rata-rata 59 tahun. Setengah dari mereka didiagnosis dengan kanker ovarium, sedangkan 500 lainnya bebas dari penyakit tersebut.

Para peneliti menemukan bahwa para perempuan yang tidak memiliki kanker lebih cenderung minum teh di usia lebih dini ketimbang mereka yang didiagnosis dengan penyakit itu. Dan, flavonoid, senyawa dengan kekuatan melawan kanker, terutama ditemukan dalam teh hitam, menurut studi yang digelar peneliti School of Public Health, Curtin University di Perth, Australia tersebut.

Kanker ovarium mempengaruhi sekitar 7.000 perempuan per tahun di Inggris. 

Sumber: SHNews.co.

Rabu, 21 November 2012

Diselamatkan oleh Surat Elektronik

Tahu hidupnya tinggal sebentar, Susan Rostron mengirimkan email yang justru menyelamatkan hidupnya

Susan Rostron saved by an email.

DORSET – Saved by an Email. Itulah yang pas untuk menggambarkan kisah Susan Rostron. Dias sudah siap menghadapi kematian akibat kanker pankreas seukuran softbol di tubuhnya. Namun, siapa menyangka, surat elektronik (surel) yang dia kirimkan ke lembaga Riset Kanker Inggris justru menyelamatkan hidupnya.

Susan, warga, Dorchester, Dorset, Inggris, tidak menyadari kanker telah bersarang dalam tubuhnya selama 20 tahun. Semuanya tersingkap ketika dia ke rumah sakit karena sakit perut. Pada April 2011, dia diagnosis kanker.

Hasil tes menunjukkan saya punya tumor yang lebih besar dari jeruk grapefruit,” kata Rostron kepada Daily Mail, Selasa (20/11). “Saya diberitahukan itu tidak dapat disembuhkan dan tidak bisa dioperasi, bahkan kemoterapi juga tidak bisa membantu.”

Mantan kepala sekolah ini memutuskan jika akhirnya meninggal dunia, dia ingin memastikan penyakitnya dapat membantu penelitian kanker pankreas.

Mengetahui Rumah Sakit Southampton memiliki bank jaringan tubuh, Susan, 58 tahun, mengirimkan surat elektronik untuk menawarkan tumornya sebagai bahan penelitian.

Saya diberitahu ada kemungkinan 20 persen saya bisa melepas nyawa di meja operasi. Tetapi, jika Anda memang sudah tahu bahwa Anda memang akan mati, Anda mungkin akan melakukan itu,” pengelola studio tembikar ini mengatakan.

Ternyata, suratnya itu diteruskan pada Neil Pearce, salah satu dokter bedah terkemuka Inggris yang juga konsultan yang mengkhususkan diri dalam pengobatan pankreas.

Kondisi Susan yang tidak biasa yang membuat... kasusnya ditinjau oleh ahli bedah spesialis kanker pankreas terkemuka,” kata Clara MacKay, Direktur Kanker Pankreas Inggris.

Susan pun bertemu Dr. Pearce yang mengatakan dapat melakukan 'bedah ekstrem' yang akan mengangkat pankreas, limpa, lambung dan beberapa bagian dari kerongkongannya.
Susan yang memang sudah siap mati mengiyakan. Dan, operasi operasi yang berlangsung selama 12 jam berjalan mulus. Dia juga telah melewati proses pemulihan yang melelahkan.

"Saya memang mengalami pasang surut, tapi saya merasa satu juta kali lebih baik dan kehidupan saya sungguh berharga.”

Karena tidak punya lambung, Susan harus menyantap makanan ringan, makanan reguler, dan minum obat khusus untuk membantu mencerna makanannya.

"Apa pun yang saya makan sekarang langsung masuk ke usus, jadi saya menyantap makanan kecil sekitar enam kali sehari," kata dia. "Saya bisa makan makanan seperti orang normal dan tidak ada pantangan, tapi saya merasa seolah-olah harus terus-terusan mengunyah. Saya minum obat enzim pankreas untuk membantu pencernaan dan antibiotik," Susan menjelaskan.

Memang, tumornya bisa saja tumbuh lagi. Namun, sejauh ini, dia dinyatakan bersih.

"Sungguh menakjubkan ini semua karena sebuah surat elektronik,” kata Susan.

Sumber: SHNews.co.

Selasa, 13 November 2012

Memukul Anak dan Risiko Kanker

Memukul anak dapat membuat mereka berisiko terkena kanker, sakit jantung dan asma kelak.
 
Memukul anak berisiko memicu stres/Telegraph. 

JAKARTA – Memukul anak dapat menempatkan mereka pada risiko yang lebih besar terkena kanker, sakit jantung, dan asma di kemudian hari. Demikian temuan kontroversial dari tim peneliti Plymouth University, Amerika Serikat, yang diterbitkan dalam Journal of Behavioural Medicine, seperti dikutip dari Telegraph, Senin (12/11).

Dalam studi, para psikolog bertanya kepada pasien dewasa yang menderita kanker, sakit jantung, dan asma apakah mereka disiksa atau mendapat perlakuan kasar baik secara lisan maupun fisik ketika kecil. Hasilnya, studi menemukan para pasien tersebut lebih cenderung disiksa ketika kecil dibandingkan orang-orang dewasa yang sehat.

Tim dari Universitas Plymouth mengatakan stres yang disebabkan oleh pukulan atau teriakan pada tahun-tahun awal anak dapat menyebabkan perubahan biologis yang cenderung membawa penyakit.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa trauma yang parah di masa kecil, seperti kekerasan fisik atau seksual, dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit kronis di kemudian hari.

Meski begitu, para ahli menuturkan sulit untuk menyingkirkan faktor-faktor lain, seperti kemiskinan dan isolasi sosial yang sering dikaitkan dengan kekerasan fisik dan verbal pada anak dan dapat menyebabkan penyakit di kemudian hari.

Tim peneliti bertanya tentang masa kecil 250 orang dewasa sehat di Arab Saudi dan membandingkan jawaban mereka dengan 150 orang dewasa yang sakit jantung, 150 pasien kanker, dan 150 penderita asma. Para partisipan ditanya apakah mereka dipukuli atau mengalami pelecehan verbal ketika kecil dan seberapa sering.

Hukuman Fisik
Ternyata, para pasien kanker 70 persen lebih cenderung dipukul ketika bocah dibandingkan dengan kelompok sehat. Mereka yang menderita sakit jantung 30 persen lebih cenderung disiksa saat belia dan penderita asma 60 persen mengalami kekerasan ketika kecil dibandingkan dengan mereka yang sehat.

Profesor Michael Hyland dari Fakultas Psikologi Plymouth, yang memimpin penelitian mengatakan: "Stres pada awal kehidupan dalam bentuk trauma dan pelecehan diketahui menciptakan perubahan jangka panjang yang mempengaruhi kecenderungan penyakit di masa depan.”

Di sisi lain, hukuman fisik masih dianggap wajar dalam masyarakat.

Tetapi, studi menunjukkan bahwa dalam masyarakat yang menganggap hukuman fisik itu normal, penggunaan hukuman fisik cukup membuat banyak stres yang berdampak jangka panjang persis seperti yang diakibatkan trauma dan pelecehan,” ujar Prof Hyland.

"Penelitian kami menambahkan perspektif baru pada peningkatan bukti bahwa penggunaan hukuman fisik dapat berkontribusi terhadap stres anak, dan ketika itu menjadi hukuman, stressor fisik memberikan kontribusi pada hasil buruk baik bagi individu yang bersangkutan individu maupun bagi masyarakat," dia menegaskan.

Di Inggris, memukul seorang anak hingga meninggalkan bekas terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Di Indonesia, kejahatan yang sama dapat dituntut hukuman paling lama 3 tahun enam bulan penjara dengan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23/Tahun 2003.

Namun, Prof David Spiegelhalter, Winton Professor Of The Public Understanding Of Risk di Universitas Cambridge, Inggris, mengatakan berhati-hati agar tidak berlebihan menafsirkan penemuan ini.

Ambil contoh, kata dia, kelompok yang sehat diambil dari administrator dan perawat di rumah sakit yang merawat para pasien. “Dengan begitu, kemungkinan mereka berbeda dalam banyak hal dengan orang yang sakit,” kata Prof Spiegelhalter.

Dia juga mempertanyakan: “Kelompok kontrol melaporkan kurang dipukuli atau dicaci-maki ketika bocah, jadi mungkinkah tidak dipukuli mendorong orang untuk memasuki profesi yang peduli pada orang lain, ketimbang melindungi mereka dari penyakit?"

Menurut Dr. Andrea Danese, Dosen Klinis Child & Adolescent Psychiatry di Institute of Psychiatry King College London, penelitian ini menambah kaitan antara pertumbuhan badan dan penganiayaan anak terhadap penyakit di masa depan.

Ada kemungkinan penganiayaan anak tidak cuma mempengaruhi risiko penyakit mental, tetapi juga berkontribusi terhadap risiko penyakit medis, seperti asma, kanker, dan penyakit jantung,” kata dia. “Ini mungkin berimplikasi besar terhadap cara kita memahami asal-muasal penyakit dan mencegahnya.”
Dr. Danese menekankan, bukti-bukti yang disodorkan sebagian besar berpijak pada laporan retrospektif penganiayaan anak. Dengan kata lain, bukan menilai penganiayaan di masa kecil dan mengikuti anak selama bertahun-tahun hingga mereka dewasa untuk memeriksa status kesehatan mereka. Seringkali peneliti meminta orang-orang dewasa dengan atau tanpa penyakit untuk melaporkan kenangan penganiayaan mereka di masa kecil. Jadi, “klaim ini bisa bias atau dilebih-lebihkan karena orang sakit lebih cenderung melaporkan tidak bahagia di masa kecil.”
Meski begitu, penting juga untuk mengerti mekanisme bahwa penganiayaan anak dapat mempengaruhi kesehatan.

Jika kita memahami perubahan biologis dan perilaku akibat penganiayaan anak, kita mungkin bisa menghentikan prosesnya sebelum gejala-gejala klinisnya muncul," ujar Dr. Danese.

Sumber: SHNews.co.

Senin, 12 November 2012

Alasan Pasien Kanker Payudara Lebih Kuat

Pasien kanker yang mendapat dukungan dari teman-teman dan keluarga lebih bertahan hidup.

(Dok:ist)
JAKARTA – Pasien kanker payudara membutuhkan sokongan dari teman-teman dan keluarga. Memiliki banyak teman dan mendapat dukungan dari keluarga secara signifikan meningkatkan bagi pasien payudara untuk bertahan hidup.

Para peneliti Amerika Serikat menemukan, pasien kanker payudara yang memiliki jaringan luas teman dan kerabat 38 persen lebih kecil kemungkinannya meninggal dunia dalam satu dekade setelah didiagnosis. Ini dibandingkan dengan pasien kanker payudara yang memiliki sedikit teman dan hubungan dengan keluarga yang kurang erat.

"Kami menemukan perempuan dengan jaringan sosial kecil memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki jaringan yang besar," kata Candyce Kroenke, ilmuwan riset dari perusahaan kesehatan AS Kaiser Permanente, mengutip Telegraph, Jumat (9/11),

Kroenke dan rekan-rekannya mempelajari 2.264 perempuan yang didiagnosis dengan kanker payudara stadium awal antara tahun 1997 dan 2000 dan memantau kesehatan mereka selama rata-rata 10,8 tahun.

Dia menembahkan, “Ketika dukungan dari keluarga rendah, ikatan komunitas dan agama menjadi penting untuk kelangsungan hidup.”

Kroenke yang mempublikasikan studi mereka di jurnal Breast Cancer Research and Treatment menegaskan, "Ini menunjukkan bahwa baik hubungan yang berkualitas maupun jaringan pertemanan, penting bagi kelangsungan hidup, dan bahwa hubungan-hubungan dengan komunitas penting ketika relasi dengan teman dan keluarga kurang mendukung."

Sumber: SHNews.co.

Rabu, 07 November 2012

Segelas Anggur Meredam Kanker Payudara

Satu gelas anggur sehari dapat memperbesar peluang hidup perempuan penderita kanker payudara.

Wine/Alamy
LIVERPOOL – Perempuan penderita kanker payudara yang minum satu gelas anggur ukuran medium atau 175 mililiter setiap hari dapat mengurangi peluang kematian dari 20 hingga 16 persen, menurut dokter dari Universitas Cambridge, Inggris. Bahkan, meneguk anggur porsi ukuran setengah sudah bisa memangkas 18 persen risiko kematian, mereka menemukan.

Dr. Paul Pharoah dari Departemen Kesehatan Masyarakat dan Perawatan Primer Cambridge, mengatakan kepada The Times bahwa temuan mereka menyarankan perempuan tidak harus membatasi diri mereka dengan minuman-minuman tertentu.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa jika Anda didiagnosis kanker payudara, wajar Anda sesekali menikmati minuman alkohol,” ujar Dr. Pharoah, seperti dikutip dari Telegraph, Selasa (6/11). "Anda tidak harus merasa bahwa Anda harus menolak mencicipi alkohol dalam porsi sedang."

Temuan ini disampaikan Dr. Pharoah dalam Konferensi Kanker di Institur Riset Kanker Nasional (NCRI) di Liverpool, Inggris. Dia juga menyakikan hasil dari sebuah studi yang dikerjakan Institut Kanker Mesir Selatan.

Para peneliti mengamati 13.525 perempuan yang didiagnosis dan diobati untuk kanker payudara, yang dipantau hingga 15 tahun. Dan, hasilnya menunjukkan mereka yang minum satu gelas anggur selama satu minggu memotong peluang kematian akibat kanker payudara dari 20 menjadi 18 persen. Mereka yang meneguk 14 gelas anggur dalam satu pekan mengurangi risiko kematian hingga 16 persen.

Studi ini tidak melihat bagaimana minum lebih 14 gelas anggur setiap pekan bisa mempengaruhi kemungkinan seorang perempuan bertahan hidup.

Penelitian mengungkapkan ada manfaat "yang sedikit lebih kuat" bagi para perempuan dengan kanker payudara reseptor estrogen negatif yang cenderung lebih agresif dan mempengaruhi sebagian kecil pasien. Namun, keuntungan minum anggur bagi perempuan dengan jenis kanker payudara reseptor estrogen positif sangat kecil.

Para peneliti juga mengamati hubungan antara berat--atau lebih tepatnya indeks massa tubuh (BMI)--dan kelangsungan hidup. Mereka menemukan bahwa perempuan gemuk memiliki tingkat kelangsungan hidup yang sedikit lebih buruk dibandingkan para perempuan yang kurus.

Para peneliti mengingatkan pula bagi perempuan yang ingin minum sedikit anggur untuk memerangi kanker harus menjaga berat badan mereka.

Sumber: SHNews.co.

Senin, 05 November 2012

Dua Makanan Antikanker Prostat


Ada dua makanan antikanker prostat yang harus diketahui para pria. Apa itu?

Dok:coloradocyberknife.com
JAKARTA – Bukan rahasia lagi bahwa diet atau pola makan sangat mempengaruhi risiko kanker, tak peduli jenis kankernya. Namun, mengetahui pasti makanan yang bermanfaat dan berdampak buruk dapat membantu Anda mencapai potensi kesehatan maksimal.

Mengingat kanker prostat adalah kanker yang paling umum menyerang pria, Askmen.com, menyajikan makanan antikanker prostat. Berikut dua makanan antikanker prostat, seperti dikutip dari FoxNews.com, Minggu (4/11).

Tomat
Tomat mengandung bahan antioksidan Lycopene. Likopen merupakan senyawa antioksidan, karotenoid yang memberi warna pada tomat. Lycopene juga adalah agen antikanker yang paling banyak dipelajari.

Tomat/Telegraph.
Sebuah telaah pada 2004 dari semua studi tentang tomat menemukan ada penurunan risiko kanker prostat kepada pria dengan kadar likopen tinggi dalam darah atau dengan diet sarat tomat. Namun, pada 2007, sebuah studi besar membantah hasi tersebut. Meski begitu, studi lanjutan dengan kualitas yang lebih besar sedang berlangsung dan mudah-mudahan dapat menghilangkan keraguan tentang khasiat tomat pada kanker prostat.

Lepas dari itu, tomat tetap penuh sesak dengan vitamin yang bermanfaat, antikosidan, dan buah merah ini harus menjadi bagian dari setiap diet sehat Anda.

Bagaimana menyajikannya?
Tomat adalah kegembiraan bagi tubuh ketika dimasak dan diberi lemak. Semakin lama Anda memasak tomat, semakin banyak likopen yang dilepaskan. Memasak tomat dengan minyak atau daging akan meningkatkan penyerapan likopene.

Brokoli
Benar, Anda harus makan brokoli dan semua sayuran jenis persilangan seperti kubis, kembang kol, kale, dan lainnya yang menyediakan manfaat antikanker. Meskipun masih tidak jelas bahan kimia mana yang menyuplai banyak manfaat atau senyawa apa dalam brokoli yang paling bertanggung melindungi kesehatan Anda, sulforaphane telah menjadi bahan aktif yang paling banyak diselidiki.

Salad brokoli/simplyrecipes.com

Nah, sulforaphane dapat bertindak sebagai antioksidan atau mungkin malah meningkatkan enzim detoksifikasi dalam tubuh. Hal tersebut jelas membuat brokoli menjadi sayuran antikanker prostat yang ampuh. Beberapa ahli bahkan berpendapat brokoli adalah salah satu pejuang antikanker terkuat yang kita miliki.

Bagaimana menyajikannya?
Tidak ada aturan khusus untuk menyantap brokoli. Anda bisa mengunyah brokoli mentah atau dikukus. Tapi, jika Anda merebusnya, pastikan tidak terlalu matang. Mencampurkan brokoli dengan makanan antikanker prostat lain, seperti tomat, mungkin dapat lebih meningkatkan efek antikanker, menurut sebuah studi yang dilakukan pada tikus.

Sumber: SHNews.co.

Teh Hijau Mencegah Kanker Usus


Teh hijau dapat menurunkan risiko kanker usus, lambung, dan tenggorokan pada perempuan.

Teh hijau/madhuriesingh.com
JAKARTA - Perempuan sepuh yang teratur minum teh hijau berisiko rendah terkena kanker usus, lambung, dan tenggorokan dibandingkan yang tidak meneguk minuman tersebut. Hasil penelitian di Kanada yang melibatkan ribuan perempuan China selama lebih dari satu dekade ini dilaporkan dalam American Journal of Clinical Nutrition.

Para peneliti menemukan bahwa dari lebih dari 69.000 perempuan, mereka yang minum minum teh hijau setidaknya tiga kali seminggu 14 persen lebih kecil risikonya mengembangkan kanker di sistem pencernaan, mengutip Daily Mail, Kamis (1/11).

Studi ini menambah perdebatan mengenai dampak teh hijau terhadap risiko kanker. Penelitiaan sebelumnya menyajikan temuan bertentangan yang mempertanyakan apakah peminum teh hijau benar-benar memiliki risiko lebih rendah terkena kanker.

"Dalam penelitian besar ini, konsumsi teh dikaitkan dengan penurunan risiko kanker usus dan lambung atau saluran pencernaan atas pada perempuan China," pemimpin studi, Wei Zheng, menulis.

Tidak ada yang dapat mengatakan bahwa teh hijau itu saja yang menjadi alasan penurunan risiko. Pasalnya, para peminum teh hijau umumnya lebih sadar tentang kesehatan. Namun, studi baru memang berusaha menjelaskan itu, kata Dr Zheng.

Tak satu pun perempuan yang diteliti merokok atau minum alkohol secara teratur. Peneliti juga mengumpulkan informasi mengenai diet, kebiasaan olah raga, berat badan, dan riwayat kesehatan mereka. Namun, bahkan setelah memasukkan semua itu, kebiasaan para perempuan minum teh tetap terkait dengan risiko kanker mereka. Meski pun, Dr Zheng menekankan, penelitian tidak dapat membuktikan sebab dan akibat.

Ada 'bukti kuat' dari penelitian laboratorium—dalam hewan dan sel manusia--bahwa teh hijau memiliki potensi untuk melawan kanker, tim peneliti epidemiologi dari Vanderbilt University School of Medicine di Nashville, Amerika Serikat, yang dikepalai Dr. Zheng, menulis.

Untuk penelitian ini, Dr. Zheng dan rekan-rekannya menggunakan data dari studi kesehatan jangka panjang yang masih berlangsung. Subyek penelitiannya adalah lebih dari 69.000 perempuan Tionghoa setengah baya dan lebih tua. Lebih dari 19.000 orang dianggap peminum rutin teh hijau, lebih dari tiga kali seminggu.

Teh hijau/her.ie

Setelah lebih dari 11 tahun, 1.255 perempuan mengembangkan kanker sistem pencernaan. Secara umum, risiko kanker tersebut lebih rendah terhadap perempuan yang lebih sering minum teh hijau dalam waktu yang lebih lama.

Misalnya, perempuan yang mengatakan teratur minum teh hijau setidaknya selama 20 tahun, 27 persen kurang berisiko kanker sistem pencernaan dibandingkan non-peminum. Mereka juga 29 persen lebih kecil kemungkinannya mengembangkan kanker usus besar atau kolorektal.

Teh hijau mengandung bahan kimia antioksidan tertentu, terutama senyawa yang dikenal sebagai EGCG. Senyawa ini dapat menangkal kerusakan sel tubuh yang dapat menyebabkan kanker dan penyakit lain.

Tetapi, tidak semua bukti yang dipaparkan di sini serta-merta membuktikan bahwa orang harus harus mulai meneguk teh hijau untuk menggagalkan kanker. Sebab, para peminum teh hijau dalam studi ini juga lebih muda, makan lebih banyak buah dan sayuran serta lebih banyak berolah raga dan memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Para peneliti telah berusaha menyesuaikan perbedaan-perbedaan, tetapi, mereka menulis, tidak mungkin menjelaskan segala sesuatunya dengan sempurna.

Sumber : SHNews.co.

Kamis, 01 November 2012

Flavonoid Mengurangi Kanker Lambung


Flavonoid dalam makanan nabati mengurangi 51 persen risiko kanker lambung pada perempuan.

Sayuran kaya flavonoid/sciencedaily.com

JAKARTA – Menyantap tumbuhan kaya flavonid dalam jumlah sedang dapat mengurangi 51 persen risiko kanker rahim pada perempuan. Tapi, manfaat ini tidak ditemukan pada pria, menurut sebuah studi di Eropa.

Dalam American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti mengungkapkan bahwa perempuan dengan asupan tertinggi flavonoid berisiko lebih rendah hingga separuh untuk mengembangkan kanker usus seperti juga yang mengasup dalam jumlah kecil.

"Diet yang kaya flavonoid didasarkan pada makanan nabati (misalnya) buah-buahan, sayuran, sereal gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan produk-produk mereka (teh, cokelat, anggur)," kata penulis Raul Zamora-Ros kepada Reuters, Minggu (28/10).

"Jenis diet ini yang dikombinasikan dengan pengurangan makan daging merah dan olahan dapat menjadi cara yang baik untuk mengurangi risiko mengembangkan kanker perut," peneliti Institut Catalan Onkologi di Spanyol ini menambahkan.

Temuan ini tidak membuktikan bahwa flavonoid saja dapat menangkal penyakit kanker yang paling umum keempat, dan kedua yang paling mematikan. Pasalnya, faktor-faktor lain, seperti gaya hidup sehat mungkin memainkan peran.

Untuk studi ini, para peneliti mengalihkan penelitian yang sedang berlangsung mengikuti hampir 500.000 pria dan perempuan di 10 negara Eropa. Semua peserta berusia antara 35 sampai 70 tahun dan telah menjadi bagian dari studi selama sekitar 11 tahun.

Selama waktu itu, ada 683 kasus kanker lambung, yang terjadi pada 288 perempuan.

Para peneliti menganalisis buku harian makanan peserta untuk melihat berapa banyak rata-rata konsumsi flavonoid mereka. Mereka diperiksa untuk melihat jumlah flavonoid yang terkait dengan risiko kanker atau tidak.

Teh hijau/lifestyle.blogspot.com
Jumlah flavonoid terbesar terdapat pada teh hijau, dengan lebih dari 12.511 miligram (mg) per 100 gram (g) daun. Kacang Pinto juga mengandung banyak, dengan sekitar 769 mg per 100 g biji.

Perempuan yang mendapat lebih dari 580mg flavonoid per hari memiliki risiko 51 persen lebih rendah terkena kanker lambung daripada yang tidak mengkonsumsi lebih dari 200 mg per hari.

"Jika Anda melihat angka absolut, pengurangan risiko ini mungkin tidak akan signifikan seperti jika kita berbicara tentang kanker usus besar," kata Richard mengintip, Direktur Gastroenterologi, Hepatologi dan Gizi di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, AS, yang tidak terlibat penelitian ini.

Zamora-Ros mengatakan risiko yang tepat bagi seseorang tergantung pada beberapa faktor, termasuk apakah mereka merokok dan minum alkohol, berapa banyak daging merah dan olahan yang mereka santap, dan apakah mereka obesitas.

Dia menambahkan bahwa tidak adanya hubungan antara flavonoid dan kanker lambung pada laki-laki adalah kejutan. Mungkin, dia menambahkan, lantaran perbedaan dalam berapa banyak mereka merokok atau menenggak minuman keras atau perbedaan hormonal.

Secara keseluruhan, dia melanjutkan, studi ini menambah lebih banyak bukti bahwa "gaya hidup sehat mengurangi risiko penyakit kronis."

Sumber: SHNews.co.