Rabu, 29 Mei 2013

Melongok Kampung Kanker di China

Feng selalu terbayang-bayang wajah suami dan putranya yang meninggal akibat kanker.


 
Polusi membuat desa ini penuh dengan penderita kanker?/CNN

KAMPUNG WULI - Feng Xiaofeng berjalan menyusuri gang menuju rumahnya di Wuli, kampung biasa yang terletak di provinsi Zhejiang bagian timur China, yang dibebani dengan masalah yang luar biasa.

Feng cepat-cepat mendorong pintu rumahnya. Namun, sebelum mengeluarkan sepatah kata, dia mulai menangis dan menunjuk ke arah dua pigura foto yang sama persis, yang digantung berdampingan di dinding rumahnya. Foto seorang lelaki tua dan lelaki yang berusia lebih muda. Kedua foto itu kelihatannya seperti foto paspor atau foto resmi yang sudah pudar.

Kedua foto ini terus menghantui Feng.

"Saya tidak ingin tinggal di rumah ini. Saya tidak ingin tidur di sini di malam hari," sahutnya. "Suami saya adalah pilar keluarga dan ketika dia meninggal rasanya seperti pilar rumah kami runtuh. Kemudian anak laki-laki saya juga meninggal."

Keduanya meninggal terpaut jarak 10 tahun akibat kanker.

Suara tangisan Feng menarik sejumlah penduduk kampung berkumpul di halaman rumah Feng yang mungil. Mereka juga memiliki cerita masing-masing.

Menjanjikan Kemakmuran
Mereka mengungkapkan bahwa Wuli dulu pernah terkenal karena bukit-bukit berhutan dan tanahnya yang subur. Tahun 1990, sejumlah pejabat pemerintah datang ke situ dan menjanjikan kemakmuran. "Semua pejabat lokal mengisi kantong mereka dengan uang," kata seorang perempuan tua dengan nada marah. Selama periode itu, sejumlah perusahaan tekstil pindah ke Wuli, membangun pabrik mereka di penjuru kota.

"Semua pabrik ini seharusnya dipindahkan karena mereka semua menyebabkan penyakit kanker," kata salah seorang laki-laki, sementara warga yang lainnya mengangguk-anggukkan kepala mereka. "Semua pabrik ini seharusnya dipindahkan dari sini."

Mereka mengatakan bahwa Wuli sekarang adalah "kampung kanker."

Istilah ini muncul beberapa tahun yang lalu, ketika ketika sejumlah wartawan sekaligus aktivis China seperti Deng Fei mendapatkan bukti betapa tingginya angka kanker di seluruh China, terutama di daerah pedesaan yang didominasi oleh industri.

Deng, yang waktu itu bekerja di sebuah majalah yang berkantor di Hong Kong, memfokuskan tulisannya pada dampak dari pencemaran air di daerah pedesaan China.

"Karena air sangat penting bagi manusia, polusi menimbulkan dampak yang lebih signifikan terhadap kesehatan masyarakat," katanya.

"China sedang menderita akibat dampak negatif dari pola pertumbuhan ekonomi yang tidak tepat. Dan negara ini akan terus membayar mahal untuk terjadinya polutan berat di masa yang akan datang."

Tahun ini, menghadapi tekanan publik, pemerintah mengakui bahwa kampung kanker itu memang benar ada. "China telah memproduksi dan memanfaatkan produk kimia beracun. Banyak tempat yang mengalami krisis air minum dan polusi yang menyebabkan isu-isu sosial yang serius seperti munculnya kampung kanker," ujar sebuah dokumen yang dipublikasikan menyusul terungkapnya kampung kanker.

Deng menyebutnya sebagai "langkah yang sangat signifikan."

"Hanya dengan mengakui masalah kita dapat menerapkan upaya-upaya nyata untuk menangani masalah ini," katanya.

Tapi bagi aktivis seperti Wei Donying di Kampung Wuli, pengakuan saja tidak cukup.

Ia menggelar peta di atas lantai ruang keluarganya. Ia menaruh foto-foto di bagian yang berbeda-beda di peta tersebut.

"Coba lihat semua ikan yang mati di pantai ini," katanya, "dan di sini, kanal berubah menjadi berwarna merah." Wei memetakan terjadinya polusi beracun selama beberapa dekade belakangan ini. Pada 2002 ia sendiri pernah merasa ketakutan mengidap kanker, setelah tumor diangkat dari tubuhnya. Itu jenis tumor yang berbahaya, katanya.

Dia sudah mengajukan keluhan, membuat petisi, dan menjadi duri bagi pemerintah setempat. Ia mengaku dirinya telah dilecehkan dan diancam karena aksinya ini. Bahkan pada hari wawancara dengan CNN, seseorang yang dicurigai sebagai aparat keamanan negara diam-diam mengambil foto ketika CNN tengah bercakap-cakap dengannya. Wei mengatakan ada orang yang mendatanginya untuk mengajukan sejumlah pertanyaan ketika CNN sudah pergi meninggalkan kampung itu.

Wei mengajak CNN berkeliling melihat-lihat pabrik pencelupan, pabrik tekstil, dan pabrik tenun. "Pabrik ini hanya menghapus kata 'kimia' dari nama mereka ketika kami mengajukan keluhan," katanya. "Belum lama ini, kami berjaga-jaga di luar pabrik yang satu ini." Penjaga keamanan terlihat gugup melihat kami melalui pintu gerbang. "Mereka mengenal saya dengan baik," katanya.

"Yang saya inginkan adalah bisa menghirup udara bersih, air minum yang aman dan menggunakan tanah yang tidak terkontaminasi. Itu saja yang saya minta, tapi saya rasa permintaan ini terlalu berlebihan."

Akuntabilitas
Wei yakin bahwa ada salah satu pabrik yang menyebabkan kanker, tetapi semua pabrik membuang air mereka, baik yang sudah diolah maupun atau tidak diolah, ke sungai yang sama, sehingga hampir mustahil untuk memilah-milah mana yang mencemari dan yang nonpolusi.

Greenpeace menyerukan minimnya akuntabilitas "dari kegiatan yang seolah-olah baik-baik saja." Dalam penelitian terbaru yang diberi judul "Ancaman Beracun", mereka mempekerjakan sejumlah ilmuwan untuk menguji air di wilayah tersebut dan mengatakan bahwa mereka menemukan setidaknya 12 bahan kimia beracun.

Seorang pejabat pemerintah lokal yang bertanggung jawab atas Wuli, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada CNN, "kami menyadari situasi ini dan kami telah mencoba yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Ini adalah tanggung jawab kami." Mereka tidak merinci rencana yang akan mereka lakukan itu.

Provinsi Zhejiang adalah pusat industri tekstil China, yang terbesar di dunia. Wilayah ini melayani pesanan dari mayoritas merek pakaian terkenal di dunia. Greenpeace menyerukan transparansi penuh antara pemasok dan merek busana tersebut. Greenpeace ingin pabrik-pabrik tersebut memperbaiki tindakan mereka atau menutup pabrik mereka.

Tapi masalah dengan industri di China jauh lebih kompleks.

Selama 50 tahun terakhir daerah ini bergeser dari daerah pertanian ke industri berat. "Kami mengajukan keluhan dan petisi, tapi tidak ada gunanya, warga biasa tidak akan pernah bisa melawan pejabat dan menang," ujar petani dekat Taman Industri Binhai. Jadi, seperti banyak warga lain di sini, petani itu bekerja di sebuah pabrik pencelupan di malam hari. Dia mengakui itu adalah dilema bahwa mereka harus belajar untuk menjalani hidup seperti ini.

Membayar Mahal
Mungkin kondisi ini kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi China, tapi bagi Feng Xaiofeng masalahnya jauh lebih sederhana. Ia mengatakan bahwa ekspansi industri di kampung Wuli harus dibayar dengan harga yang terlalu mahal.

Ia merasa yakin bahwa pabrik-pabrik itulah menyebabkan suami dan putranya mengidap kanker. Ia berharap pemerintah akan memindahkannya dari rumahnya yang kini kosong melompong. "Tak seorang pun dari pemerintah pernah datang dan menemui saya atau memeriksa kondisi saya."

"Saya sangat sedih. Saya sudah tidak punya air mata lagi untuk dikeluarkan," katanya sendu.

Sumber: SHNews.co.

Rabu, 22 Mei 2013

Ananda, Bayi Penderita Kanker Masih Berobat Jalan

Keluarga Ananda mengharapkan segera mendapatkan ruang perawatan dan operasi.
 
Ananda berobat jalan karena tak ada ruangan perawatan/SH/Robinho Hutapea.
 
JAKARTA  - Ananda Nafisah Dafa Putri (4), sebagai anak-anak, tetap bermain dengan saudaranya di dalam rumah yang smpit di Kampung Cilangkap RT 02/02, Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Depok.
 
Meski mata sebelah kiri semakin membesar, Ananda tetap bermain sebagaimana biasanya dan seakan-akan tidak merasakan penyakit yang dideritanya. Padahal, kedua orang tuanya selalu cemas dan khawatir akan benjolan matanya bila tersentuh atau bersentuhan dengan benda keras.

Ananda, putri pasangan Sriyono (36) dan Sri Sukatni (35) ini, menderita kanker di bagian mata. Orang tuanya tidak menyangka bila anak kembarnya itu menderita penyakit kanker di bagian mata.

Memang, saat masih berusia 2,5 tahun, ada benjolan di bagian mata kiri Ananda. Namun, karena ketidaktahuan, ibunya hanya memberi obat tetes mata yang dibeli di warung. Obat dari warung itu bukannya menyembuhkan, justru membuat mata Ananda semakin membesar hingga keluar dari kelopak matanya.

Kini, Ananda yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara itu masih menjalani rawat jalan untuk pemeriksaan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Ananda belum dirawat, meski sudah memperoleh fasilitas kesehatan melalui pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Kota Depok melalui sebuah yayasan bernama Portalinfaq.

Kami disarankan menjalani rawat jalan karena masih membutuhkan waktu pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan tindakan operasi. Hanya saja, karena keterbatasan uang dan jaraknya cukup jauh, kami berharap anak kami bisa mendapat rawat inap dan segera diambil tindakan operasi,” harap Sri Sukatni, ibu Ananda kepada SH, Selasa (21/5).

Menurut Sri, karena tidak memiliki biaya selama ini, Ananda hanya dibawa berobat ke puskesmas setempat. Pembengkakan bocah itu semakin besar dan dokter puskesmas yang menanganinya menyebut bahwa Ananda menderita kanker mata.

Dokter minta agar segera dibawa berobat ke rumah sakit besar. Kami tidak sanggup karena suami saya hanya bekerja sebagai kuli bangunan,” jelasnya.

Di tengah kebingungan itu, Sriyono mendapat tawaran dari sebuah yayasan yang bersedia membantu pengurusan kartu Jamkesmas. Keluarga miskin ini sudah dua seminggu lalu mendapat kartu Jamkesmas.

Meski demikian, pihak RSCM belum menawarkan untuk rawat inap. “Kami memang tidak bisa rutin memeriksa Ananda ke RSCM karena ongkos ke Jakarta tidak selalu ada di tangan. Biaya tidak ada untuk memeriksakan secara rutin ke rumah sakit,” ujarnya.

Kedua orang tua bayi malang ini mengharapkan agar putrinya segera bisa mendapat ruangan perawatan. Pasalnya, selain membutuhkan ongkos jika melakukan pemeriksaan, mereka kasihan dengan kondisi fisik Ananda bila naik angkutan umum. Apalagi di rumah yang dikontrak ditinggali oleh tiga keluarga, yaitu saudara, ibunya, serta dia semakin membuat suasana rumah sempit dan sesak.

Dikatakan oleh Sriyono, Ananda dilahirkan kembar dengan kakak laki-lakinya yang kini diasuh oleh neneknya di kampung. “Saya tambah tak tega melihat kondisi anak saya karena mata Ananda sudah mengkhawatirkan dan harus segera dioperasi,” uangkapnya.

Di tengah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan, orang tua Ananda juga mengharapkan bantuan masyarakat untuk meringankan beban mereka. Bantuan dari masyarakat sangat diharapkan agar putrinya bisa dilakukan tindakan operasi dan perawatan.

Memang, sudah ada kartu Jamkesmas, tapi masih banyak kebutuhan lain seperti obat-obatan yang memerlukan biaya sendiri.“Meski sudah mendapat kartu Jamkesmas, kami masih khawatir tidak semua biaya perawatan, tindakan operasi, dan obat-obatan bisa ditanggung kartu Jamkesmas,” ia menambahkan.

Sumber: SHNEws.co.

Selasa, 14 Mei 2013

Angelina Jolie dan Mastektomi Ganda

Keputusan Angelina Jolie melakukan mastektomi ganda sebagian karena melihat penderitaan panjang ibunya melawan kanker.
 
Angelina Jolie/www.timesunion.com.
 
Angelina Jolie mengakui melakukan operasi pengangkatan kedua pyaudaranya untuk mencegah kanker.

LOS ANGELES – Angelina Jolie telah melakukan mastektomi ganda atau operasi pengangkatan kedua payudaranya untuk mencegah kanker. Langkah ini diambil setelah diberitahu bahwa dia berisiko 87 persen terkena kanker payudara dan berpeluang 50 persen menderita kanker ovarium atau indung telur.

Dalam opini yang dia tulis di New York Times, Selasa (14/5), seperti diberitakan NBC News, Jolie mengatakan keputusan ini diambil setelah melihat perjuangan panjang ibunya melawan kanker. Ibunya, Marcheline Bertrand meninggal dunia pada 2007 di usia 56 tahun.

Aktris yang juga aktivis ini mengaku membawa BRCA1, gen yang meningkatkan risiko kanker payudara dan ovarium. Jolie merujuk lembar fakta dari Cancer Institute di Stanford Medicine bahwa perempuan dengan gen BRCA1 rata-rata 65 persen berisiko terserang kanker payudara seumur hidup dan risiko kankernya meningkat pada usia dini. Jolie sendiri berusia 37 tahun.

Jolie mengatakan prosedur mastektomi berlangsung tiga bulan dan selesai pada 27 April silam. Dia mengatakan, operasi yang dilakoni, termasuk pula implan untuk merekonstruksi payudaranya.

Ibu enam anak ini mengatakan, pasangannya Brad Pitt menemani dia selama operasi.

Jolie berharap tulisannya ini akan mendorong perempuan lain.

"Saya memilih untuk tidak menyimpan cerita pribadi saya karena ada banyak perempuan yang tidak tahu bahwa mereka mungkin hidup di bawah bayang-bayang kanker," kata Jolie dalam artikel Times. "Harapan saya mereka juga melakukan pengujian gen, dan jika mereka berisiko tinggi mereka juga akan tahu bahwa mereka memiliki pilihan yang kuat."

Jolie bukan satu-satunya artis yang menjalani mastektomi ganda. Langkah pencegahan ini juga diambil bintang acara realitas televisi Sharon Osbourne, istri Ozy Osbourne, yang memiliki gen BRCA1 atau BRCA2.

"Saya sudah punya kanker sebelumnya dan saya tidak ingin hidup di bawah awan itu," kata Osborne dalam sebuah wawancara beberapa waktu silam.

Sumber: SHNews.co.

Rabu, 01 Mei 2013

Merokok Lebih Berisiko pada Perempuan

Secara biologis perempuan lebih rentan terhadap efek racun asap tembakau.
 
Perempuan perokok lebih berisiko terkena kanker/FoxNews.
 
LONDON - Hasil studi mengungkapkan bahwa merokok kemungkinan membawa ancaman yang lebih besar terhadap kesehatan perempuan dibandingkan terhadap laki-laki.

Dibandingkan laki-laki, perempuan yang merokok lebih berisiko mengidap kanker, demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Norwegia, seperti dikutip dari BBC, baru-baru ini.

Mereka menelaah rekaman medis dari 600.000 pasien dan menemukan risiko terkena kanker usus yang berkaitan dengan kebiasaan merokok yang berisiko dua kali lebih besar terjadi pada perempuan ketimbang laki-laki.

Perokok perempuan 19 persen berisiko lebih tinggi mengalami penyakit itu sementara perokok laki-laki sembilan persen berisiko terkena penyakit ini, seperti diungkapkan oleh Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention.

Dalam studi tersebut, hampir 4.000 partisipan mengalami kanker usus. Perempuan yang mulai merokok ketika usia mereka 16 tahun atau lebih muda dan mereka yang sudah merokok selama berpuluh-puluh tahun lebih berisiko terkena kanker usus.

Tim yang dibentuk oleh University of Tromso untuk melakukan penelitian ini mengatakan bahwa penelitian mereka yang pertama menunjukkan bahwa perempuan yang merokok lebih sedikit dibandingkan laki-laki masih lebih berisiko terkena kanker usus.

Namun mereka tidak bisa memperhitungkan faktor-faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi risiko terkena kanker jenis ini, seperti alkohol dan diet.

Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan secara biologis kemungkinan lebih rentan terhadap efek racun dari asap tembakau.

Para ahli sudah mengetahui bahwa perempuan yang mulai merokok akan meningkatkan risiko terkena serangan jantung jauh melebihi laki-laki yang juga melakukan kebiasaan ini, meski masih belum jelas mengapa ini bisa terjadi.

Hasil penelitian terbaru yang dimuat di Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism mungkin bisa menjelaskan mengapa ini bisa terjadi.

Sebuah tim dari University of Western Australia menemukan bahwa gadis remaja yang terpapar asap rokok pasif memiliki tingkat kolesterol "baik" yang lebih rendah yang mengurangi risiko terkena penyakit jantung.

Perokok Pasif
Perokok pasif kelihatannya tidak memiliki dampak yang sama pada remaja laki-laki.

Studi ini meneliti lebih dari 1.000 remaja yang hidup di Perth, Australia.

"Mengingat penyakit jantung adalah penyebab utama kematian pada perempuan di dunia Barat, ini merupakan masalah yang serius," kata ketua penelitian ini, Chi Le-Ha.

Sekitar satu dari setiap lima laki-laki dan perempuan di Inggris adalah perokok.

Meskipun tingkat merokok telah berkurang baik pada laki-laki maupun perempuan, namun berkurangnya perokok perempuan tidak sebanyak pada laki-laki.

Tahun 2010 di Inggris, lebih dari seperempat murid SMP pernah mencoba merokok setidaknya satu kali dan lima persen merokok secara teratur. Anak perempuan lebih banyak merokok dibandingkan anak laki-laki, - di mana 9 persen perempuan pernah merokok dalam seminggu belakangan dibandingkan dengan anak laki-laki yang hanya enam persen.

Berhenti merokok akan mengurangi risiko terkena banyak penyakit, termasuk kanker.
Berdasarkan penelitian terhadap lebih dari satu juta perempuan, mereka yang berhenti merokok di usia 30 tahun nyaris akan benar-benar terhindar dari risiko kematian dini akibat penyakit yang berhubungan dengan tembakau.

"Ini membuktikan bahwa merokok menyebabkan setidaknya 14 jenis kanker yang berbeda, termasuk kanker usus," kata Sarah Williams dari Cancer Research UK.

"Bagi laki-laki dan perempuan, buktinya jelas - menjadi orang yang tidak merokok berarti Anda cenderung untuk mengidap kanker, penyakit jantung, penyakit paru-paru dan banyak penyakit serius lainnya."

June Davison, perawat jantung senior di British Heart Foundation, mengatakan masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak dari perokok pasif.

Sumber : SHNews.co.