Jumat, 22 Maret 2013

Penderita Kanker di Indonesia Meningkat

Pada 2030 akan terjadi peningkatan lonjakan penderita kanker sebesar 300 persen di seluruh dunia.
 
Dok:Chemotherapy-topnews.ae.
 

JAKARTA - Jumlah penderita kanker di Indonesia diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga akhir 2012 menyebutkan prevalensi kanker di Tanah Air mencapai 4,3 : 1.000 orang.

"Kita memang belum mempunyai angka pasti tentang penderita kanker di Indonesia, tapi saya bisa pastikan peningkatan jumlah penderita kanker di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan," kata Kepala Departemen Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Profesor Soehartati Gondhowiardjo, di Jakarta, Kamis (21/3).

Menurutnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Serikat Pengendalian Kanker Internasional (UICC) memprediksi pada 2030 akan terjadi peningkatan lonjakan penderita kanker sebesar 300 persen di seluruh dunia.
Diperkirakan di tahun itu, sekitar 27 juta orang akan terdiagnosis kanker, 17 juta kematian akibat kanker, dan 75 juta orang akan hidup dengan kanker.

Dari jumlah tersebut, 70 persennya akan berada di negara berkembang seperti Indonesia. Kenaikan prevalensi kanker di Indonesia akan menimbulkan persoalan pengobatannya. Ini karena hingga kini pusat pengobatan kanker di Indonesia baru dapat melayani 15 persen pasien kanker.
"Saat ini di Indonesia baru ada 22 rumah sakit negeri dan dua rumah sakit swasta, yang memiliki pusat pengobatan kanker. Keberadaannya juga belum. Seperti di Kalimantan, hanya ada satu pusat pengobatan kanker dan hanya ada di Banjarmasin saja," ujarnya.

Profesor di bidang radiasi onkologi ini mengatakan, pemerintah perlu menambah pusat pengobatan kanker dengan lokasi yang merata.
Selain itu, masyarakat juga harus dididik agar selalu meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi serangan kanker, yaitu dengan memulai pola hidup sehat sejak dini. Dia mengungkapkan, sekitar 43 persen dari kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan 30 persen dari kanker dapat terdeteksi dini.

Dia menambahkan, jumlah pasien kanker yang ditangani RSCM setiap tahunnya mencapai 1.600 pasien. Rata-rata jumlah pasien kanker yang datang ke RSCM, sekitar 200 orang setiap harinya. Kanker merupakan penyakit dengan proses perkembangan yang panjang dan memiliki banyak faktor risiko. Penyebab kanker tidak dapat ditentukan dari satu faktor risiko saja, tetapi gabungan dari banyak faktor risiko.
"Jika hanya memiliki satu atau dua faktor risiko belum tentu dapat mengembangkan kanker, asalkan menghindari faktor risiko yang lain," kata dia.

Faktor risiko kanker, antara lain riwayat keluarga, infeksi virus, paparan bahan kimia, dan radiasi. Untuk mencegah kanker diperlukan pencegahan primer yang terdiri dari berpikir positif, bergerak aktif, dan menjaga pola makan, serta pencegahan sekunder, yaitu deteksi dini dan vaksinasi.

Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat menjadi hal yang sangat penting dalam pencegahan kanker. Salah satu bentuk pola hidup sehat adalah selalu makan makanan yang sehat dan bergizi.
"Kurangi makanan yang mengandung pengawet, pewarna, serta perasa makanan. Selain itu, hindari pula makanan dari hewan atau ternak yang telah dibudidaya. Misalkan lebih memilih ayam kampung daripada ayam yang telah disuntik hormon, karena hormon tersebut bisa berpengaruh pada tubuh kita," ujar Prof Tati.

Dia juga menganjurkan agar menghindari konsumsi alkohol dan tembakau, serta memperbanyak makanan laut. Selain itu, konsumsi sayur dan buah juga penting. Serat menjadi penting karena dapat mengurangi risiko terjadinya konstipasi.

Sumber:SHNews.co.

Selasa, 05 Maret 2013

Cegah Kanker Sejak Dini


Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai cara mendeteksi dan mencegah kanker sangat penting.

Foto:www.guardian.co.uk. 

JAKARTA - Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Jumlah kasus penyakit ini setiap tahunnya pun selalu bertambah. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahkan hampir 4,3 per 1.000 penduduk Indonesia menderita kanker.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nafsiah Mboi mengatakan kanker menjadi masalah berat yang penanganannya harus dapat menjadi tugas bersama. “Penanganan masalah kanker harus dari hulu ke hilir, jadi harus komprehensif,” ujar Nafsiah dalam pembukaan Konferensi Kerja (Konker) Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam (Perhompedin) 2013, akhir pekan lalu.

Selain itu, melihat masalah kanker jangan hanya fokus pada pengobatannya, melainkan juga harus memperhatikan cara pencegahannya. Diagnosis awal atau early diagnosis perlu dilakukan,” tuturnya dalam acara yang bertajuk Peranan Internis pada Penatalaksanaan Kanker II ini.

Pengetahuan Pencegahan
Setidaknya, menurut Nafsiah, ada dua hal yang harus dilakukan untuk mencegah kanker. Pertama, memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai seluk-beluk penyakit ini, dan kedua, memberi pengetahuan kepada masyarakat sehingga mereka dapat sedini mungkin mengetahui dirinya menderita kanker atau tidak.

Hal ini harus dilakukan, mengingat banyak masyarakat mengetahui dirinya terkena kanker ketika sudah mencapai stadium lanjut, yakni stadium 3 atau 4.

Ada beberapa jamu yang sudah kami teliti secara evident base menurut ilmu pengetahuan, tetapi belum untuk kanker. Penelitian sedang berlangsung dan masih harus kami kaji terlebih dahulu. Yang harus dikaji pertama apakah betul jamu aman untuk pasien. Selanjutnya, apakah pengobatan menggunakan jamu tersebut efektif. Kita ini kan tidak boleh menipu pasien. Targetnya tahun 2015,” lanjut Nafsiah.

Selain itu, menurut Nafsiah, saat ini pemerintah juga sedang mengembangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Tujuannya, agar pengobatan tradisional memiliki dasar hukum.

Ada beberapa obat tradisional yang berfungsi hanya untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan manfaat itu sudah dibuktikan. Daya tahan tubuh memang meningkat dan gejala penyakit pun berkurang, bahkan hilang. Tetapi, bukan berarti sel-sel penyakitnya juga ikut menghilang. Ini juga yang harus diketahui masyarakat,” lanjut Nafsiah.

Bermitra Atasi Kanker
Penyakit kompleks seperti kanker ini pada dasarnya memerlukan penanganan secara tepat dan profesional, oleh tim dokter dari berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kapabilitas sesuai dengan standar medis. Tim tersebut antara lain tim bedah, radioterapi, bidang pelayanan sistemik, dan kemoterapi.

Dengan peningkatan pelayanan secara tim, kualitas pelayanan kanker di Indonesia akan menjadi lebih baik,” jelas Ketua Perhompedin, Prof Dr dr A Harryanto Reksodiputro SpPD KHOM, Jumat (1/3).

Perhompedin juga berupaya meningkatkan pelayanan dan pemberian terapi sistemik kemoterapi bagi masyarakat. Selain itu, perlu ada pemerataan ketersediaan Hematologi-Onkologi Medik (HOM) di seluruh Indonesia, salah satunya mendidik para internis,” lanjut Harryanto.

Jumlah internis onkologis yang masih terbatas juga menjadi salah satu masalah dalam penanganan kanker di Indonesia. Maka, melalui Konker Perhompedin yang berlangsung pada 1-3 Maret, para dokter internis diharapkan dapat turut aktif berperan menekan jumlah kasus kanker serta angka kematian akibat kanker secara nyata.

Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Prof Dr dr Idrus Alwi SpPD-KKV mengatakan, kolaborasi antara dokter internis dengan sub-spesialis HOM sudah mulai dijalankan sejak 2012, dan harus terus dilanjutkan. PAPDI pun memperkirakan terdapat 25.000 kasus kanker baru di kawasan Jabodetabek, dan 500.000 kasus kanker baru di Indonesia setiap tahunnya.

Belum  Merata
Penyebaran informasi mengenai kanker, infrastruktur, dan tenaga media profesional belum tersedia bagi masyarakat Indonesia secara merata. Maka, diharapkan Perhompedin dapat menjadi mata rantai penanganan kanker dan membantu dokter spesialis penyakit dalam hingga dokter umum untuk menangani masalah kanker,” tutur Idrus.

Selain itu, menurut Ketua Panitia Konker Perhompedin II dr Ronald Hukom SpPD-KHOM, layanan primer hingga tersier harus dapat bekerja sama untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama memberikan pemahaman mengenai kanker.

Pentingnya deteksi dini kanker belum diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Maka, para dokter di layanan primer, yaitu puskesmas, harus diberikan pembekalan lebih mengenai kanker, agar diagnosis awal dapat dilakukan. Begitu pula di layanan sekunder, yaitu di rumah sakit tingkat kabupaten/kota, dan layanan tersier, yaitu di rumah sakit pusat,” jelasnya.

Sumber:SHNews.co.