Sesama
pasien kanker itu saling menguatkan hati. Yang lebih menakjubkan,
mereka berusaha “menghidupkan” orang-orang sehat di sekitarnya.
Jantungku
berdegup kencang tatkala membuka sebuah gulungan kertas koran. Dengan
sangat hati-hati kubuka lembar demi lembar kertas itu. Bukan takut
tulisannya terobek, tetapi benda yang ada di dalamnya harus kusentuh
pelan-pelan. Takut ikut terkelupas.
Biasa saja
barang itu. Cuma setangkai mawar berwarna pink. Tapi ini bunga
pesanan Isna, tamu istimewa di hatiku.
Isna memberi setangkai mawar untuk Engkong JBL di RSCM, Jakarta, | 3/12/2011. |
Akhirnya
Isna hanya dirawat di rumahnya di Kelurahan Pejaten Timur, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Tentu dengan dibekali obat-obatan anti rasa
nyeri. Awalnya dulu, dia berobat di Rumah Sakit Pasar Rebo awal
Januari 2009, kemudian dirawat di Rumah Sakit Budi Asih, lalu dirujuk
ke RSCM.
Isna tetap ceria di rumah sakit |
Pertemuan
itu memang terasa istimewa dan sangat ditunggu oleh James dan Isna.
Jauh hari James sudah menyiapkan oleh-oleh dari Perth. Ada cokelat,
topi rajut, dan boneka. Sementara Isna menyiapkan setangkai mawar.
Tak ada yang menyuruh. Anak yang belum sempat masuk kelas I sekolah
dasar (SD) ini spontan ingin memberi mawar.
Isna menggambar di RSCM |
saja Isna terpikir mawar pink ketika mewarnai gambar kembang-kembang di bukunya.
Aku yang
merasakan “letupan” Isna, langsung membelikan mawar itu. Dan...
jadilah, setangkai mawar diberikan Isna buat “Engkongnya”.
Mengantar sampai Akhir
Senyum Isna. |
Secara
kebetulan mereka “dipertemukan” oleh tetangga Isna, bernama Sari,
yang sedang mencarikan bantuan buat pengobatan Isna. Biaya kanker
yang sangat tinggi jelas tak terjangkau untuk seorang Isna. Sementara
James, sedang “menunggu kiriman” pasien kanker miskin dari Tuhan
yang bisa dibantunya.
James memang kini mengabdikan diri di bidang kemanusiaan melalui Yayasan Pelayanan Kasih (YPK), dengan organ di bawahnya Crisis Center Yayasan Pelayanan Kasih (CCYPK), yang khusus mendampingi pasien kanker dari keluarga tak mampu, serta Balai Pengobatan Umum (BPU) yang melayani pengobatan murah bagi masyarakat sekitar Kelurahan Cisarua, Bogor.
Obsesi James
menyisihkan sebagian hartanya untuk kemanusiaan itu muncul sejak dia
divonis menderita kanker pada 1997.
Selain
merogoh kocek pribadi untuk menolong pasien-pasien kanker dari
keluarga miskin, James juga menggaet beberapa relasinya supaya ikut
merasakan kepenuhan hidup setelah memberikan tali kasih kepada sesama
yang membutuhkan.
Ternyata
niat baik yang ditanam James membuahkan kebaikan pula. James yang
sedang mengalami depresi dan frustrasi menghadapi penyakitnya,
mendapat “obat” si kecil Isna. Begitu juga Isna, ketika sel
kankernya menyebar tak terkendali di tubuhnya, ia memperoleh “obat”
Engkong JBL.
Di luar
dugaan James, ternyata Isna suka bercanda, melucu, ceplas-ceplos, dan
cerdas. Spontanitas dan kelucuannya mendatangkan kegembiraan bagi
James yang memiliki jiwa keras dan disiplin tinggi.
“Cokelat
dari Engkong dihabisin Bapak,” kata Isna spontan. Bibirnya jadi
makin manyun. Tentu saja James tertawa dibuatnya. “Mama
juga. Isna di rumah sakit, mama yang gemuk,” gerutu Isna. Maklum,
setiap usai kemoterapi Isna tidak doyan makan. Lidahnya mati rasa,
mulutnya sariawan. Maka dilahaplah jatah makannya dari rumah sakit
oleh sang ibu.
Isna juga
suka bernyanyi sambil jingkrak-jingkrak, membuat semua orang termasuk
para dokter dan perawat tertawa gembira. Pernah suatu kali dia
menyanyikan lagu buat James lewat telepon genggam.
Ku tak
percaya kau ada di sini/Menemaniku di saat dia pergi/Sungguh bahagia
kau ada di sini/Menghapus semua sakit yang kurasa/Mungkinkah kau
merasakan/Semua yang ku pasrahkan/Kenanglah kasih.
Mendengar
suara anak kecil menyanyikan lagu Vierra “Rasa Ini”, James tak
bisa menyembunyikan tawanya. Tawa lepas yang “langka” bagi
seorang James B Lumenta yang detailis dan sangat serius.
Aku sendiri tak pernah menyangka bahwa ikatan emosi di antara kedua insan ini saling menguatkan. Pernah suatu kali Isna menulis “surat” di buku tulisnya. “Engkong JBL pergi ke Bali, ajak Isna dong.” Kalimat ini mengungkapkan betapa Isna mendambakan seorang figur pengayom. Dan memang, apa pun yang dimintanya dikabulkan oleh James. Ingin hanphone dibelikan dengan fitur lengkap, mau video portable dibelikan di Australia, minta film anak-anak pun dibelikan semua.
Isna dan Engkong JBL |
Aku sendiri tak pernah menyangka bahwa ikatan emosi di antara kedua insan ini saling menguatkan. Pernah suatu kali Isna menulis “surat” di buku tulisnya. “Engkong JBL pergi ke Bali, ajak Isna dong.” Kalimat ini mengungkapkan betapa Isna mendambakan seorang figur pengayom. Dan memang, apa pun yang dimintanya dikabulkan oleh James. Ingin hanphone dibelikan dengan fitur lengkap, mau video portable dibelikan di Australia, minta film anak-anak pun dibelikan semua.
Saat tulisan
ini kususun, Jumat 3 Februari sekitar pukul 20.00, Isna “pulang”
ke rumahnya yang kekal. Dia pergi dengan tenang, nyaman, tanpa
mengeluh kesakitan. Hanya saja ia sempat sesak napas.
Mendapat
kabar ini, James menulis lewat BlackBerry: “Our times are in
God's hand, how could we wish or ask more? For He who has our pathway
planned, will guide us till our journey is over... (Waktu kita
berada di tangan Tuhan, bagaimana mungkin kita berharap atau meminta
lebih banyak? Dia yang telah merencanakan jalan kita, akan membimbing
kita sampai akhir perjalanan...” (Wahyu
Dramastuti).
Sumber:
Koran Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar