Studi:
sigmoidoscopy fleksibel, sederhana, dan murah dapat mengurangi
risiko kanker usus besar.
JAKARTA –
Satu lagu studi baru yang membawa harapan bagi para penderita kanker
usus besar. Penelitian baru menemukan sebuah pemeriksaan sederhana
lagi murah di bagian bawah usus dapat memotong risiko terkena kanker
usus besar atau sekarat karena penyakit tersebut.
(Foto/Dokfunnyshirtz.info) |
Nah, studi
baru ini, seperti dilaporkan AP, Senin (21/5), menunjukkan tes
sederhana yang lebih fleksibel yang disebut sigmoidoscopy, bisa
menjadi pilihan yang baik. Meski tampaknya seperti mamogram, yakni
pemeriksaan hanya satu payudara, para ahli mengatakan bahwa bahkan
pemeriksaan usus parsial lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sigmoidoscopy
adalah pemeriksaan dengan alat berupa kabel seperti kabel kopling
yang memiliki alat penunjuk dengan cahaya di ujungnya dan bisa
diteropong. Sigmoidoscope dimasukkan melalui lubang dubur ke dalam
rektum sampai kolon hingga dapat melihat dinding dalam rektum dan
kolon. Bila ditemukan polip, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa
tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan
ke bagian patologi anatomi untuk menentukan keganasannya.
Disebutkan,
pemeriksaan ini “adalah salah satu tes terbaik yang dapat
dilakukan.”
Penelitian
ini dipublikasikan secara online oleh New England Journal of
Medicine, Senin, mengutip FoxNews.com, dan akan dipresentasikan
dalam konferensi penyakit pencernaan di San Diego, Amerika Serikat.
Kanker
kolorektal adalah penyebab utama kedua kematian akibat kanker di
Amerika Serikat dan ke-empat di seluruh dunia. Diperkirakan ada lebih
dari 143.000 kasus baru dan 52.000 kematian akibat kanker usus besar
di AS saja.
Orang
berusia 50 sampai 75 tahun yang rata-rata berisiko kanker usus besar
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan, tetapi hanya 60 persen yang
melakukan itu. Penasihat Pemerintah merekomendasikan salah satu dari
tiga metode: tes tinja darah tahunan, sigmoidoskopi setiap lima tahun
plus tes tinja setiap tiga tahun, atau kolonoskopi sekali dalam
delapan tahun.
Dalam
kolonoskopi, sebuah tabung tipis dengan kamera kecil mengeker melalui
usus besar. Alat ini dapat menghapus atau memeriksa kanker. Pasien
dibius dahulu, tetapi perlu banyak minum sehari sebelumnya untuk
membersihkan usus.
Sigmoidoskopi
bukan pilihan yang populer di Negeri Paman Sam, tetapi paling sering
digunakan di Inggris. Alat ini juga menggunakan tabung tipis dengan
kamera kecil yang bisa dilakukan di ruangan praktik dokter biasa
dengan persiapan yang jauh lebih sederhana. Biayanya berkisar $150
sampai $300. Bandingkan dengan ongkos kolonoskopi yang menguras
kantong $1.000 sampai $2.000.
Sigmoidoskopi
punya satu kelemahan: dilakukan tanpa anestesi. Tes ini biasanya
tidak menyakitkan, tetapi pasien merasa kram dan beberapa
ketidaknyamanan, kata Dr. Durado Brooks, ahli kanker usus besar dari
American Cancer Society.
Polip di kolon (Dok:WebMD.com) |
Alat ini
juga hanya melihat sepertiga bagian bawah usus besar, “tapi itu
adalah wilayah yang menjadi tempat berkembangnya setengah polip dan
kanker,” ujar Brooks.
Studi baru,
yang dipimpin oleh Dr. Robert Schoen dari University of Pittsburgh
Medical Center, menguji seberapa baik kerja sigmoidoskopi.
Dari 1993
sampai 2001, sekitar 155.000 orang berusia 55 sampai 75 tahun
ditugaskan melakukan pengujian lingkup sederhana pada awal penelitian
dan perawatan tiga sampai lima tahun kemudian atau melakukan skrining
biasa dengan cara apa pun sesuai keinginan mereka atau dokter mereka.
Setiap pasien yang menunjukkan hasil yang mencurigakan segera dikirim
untuk kolonoskopi.
Setelah masa
tindak lanjut sekitar 12 tahun, ada 21 persen lebih sedikit kasus
kanker usus besar dan 26 persen kematian yang lebih sedikit dari
kelompok yang ditugaskan menjalani sigmoidoskopi.
Dari pasien
kanker dalam kelompok itu, sebanyak 243 kasus tertangkap oleh
sigmoidoskopi (banyak lainnya ditemukan karena gejala atau tes lain).
Para
peneliti memperkirakan bahwa 97 lebih kanker akan terdeteksi melalui
kolonoskopi sebagai metode skrining utama, bukan ujian lingkup
sederhana, kata Dr Christine Berg, salah satu pemimpin penelitian
yang juga Kepala Penelitian Deteksi Dini di National Cancer
Institute, yang mensponsori studi.
"Pendapat
saya adalah bahwa tidak ada keraguan bahwa kolonokcopi akan lebih
baik dalam mendeteksi kanker lebih total," kata dia. "Sebuah
sigmoidoskopi dapat digunakan dalam situasi ketika orang takut
melakukan persiapan usus atau ketika anestesi adalah risikonya,”
dia menambahkan.
Dalam studi
tersebut, sekitar setengah dari kelompok yang ditugaskan melakoni
perawatan biasa akhirnya melakukan beberapa pemeriksaan kanker juga.
Itu jauh dari harapan pemimpin studi dan bisa mengurangi manfaat
sebenarnya dari sigmoidoskopi dalam kelompok skrining, Dr John
Inadomi dari University of Washington di Seattle menulis dalam sebuah
editorial di jurnal medis.
Pilihan tes
yang diambil pasien harus dihormati, dia menambahkan. “Dalam hal
ini, tes terbaik adalah tes yang bisa dilakukan.”
Sumber: SHNews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar